Wednesday, February 20, 2013

FATAMORGANA (?)


BAB 2

Kesal Tanpa Batas
            Maureen mengganti-ganti saluran TV, tapi ia tidak juga menemukan saluran yang sesuai di antara lebih dari 25 saluran.  Ia memencet tombol merah dan layar TV langsung menghitam. Ia meletakkan remote ke samping bantal dan berguling menatap jendela.
            Langit gelap. Tampak beberapa lampu berpendar di kejauhan. Kini perutnya menuntut perhatian. “Tuh kan, seharusnya tadi ikut saja dengan Alaia dan Frits,” sesal Maureen.  Tapi ia buru-buru menggeleng sambil bangun dari tempat tidur. Ia berjalan ke jendela dan melihat ke bawah, jalan raya. “Ah, masih ramai,” gumam Maureen. Entah jalan raya sebelah mana yang ia lihat.
            Maureen memakai sepatu ketsnya dan berdiri sejenak di depan cermin dekat kamar mandi. Dengan terampil jari-jari tangannya mengatur letak helai demi helai rambut.  
Maureen mencabut kartu dari slot di dinding, membuka pintu dan berdiri di depan kamar. Lorong sepi. Dengan pintu-pintu menjorok ke dalam, orang bisa saja bersembunyi di sana. Maureen memastikan tidak ada orang berniat jahat yang bersembunyi pada lorong yang akan ia lewati. Setelah yakin lorong itu aman, ia kembali untuk menutup pintu kamar dan berlari di sepanjang lorong, menuju lift. Ia hanya perlu melewati dua kamar di tiap sisi.
Suara hentakan sepatu kets dengan lantai lorong berkarpet mungkin bisa terdengar hingga ke kamar yang di ujung. Maureen tersenyum. “Yah enggak apa-apa. Anggap aja artis lewat.”
            Maureen tersenyum mengingat kelakuannya barusan. “Pasti tadi gara-gara kebanyakan nonton film detektif.” Pintu lift terbuka. Maureen menunggu dan memberi jalan bagi seorang perempuan yang hendak ke luar dari lift. Perempuan berambut basah, eh, berambut model basah. Maureen masuk ke dalam lift dan melirik deretan tombol. Tombol lantai dasar yang ia tuju telah menyala.
            Akeh banget de'e nganggo gel,” suara anak perempuan dari belakang Maureen.
            Shhh, iku ager-ager seember, dudu gel,” balas suara anak perempuan lain sambil tertawa.
            Maureen mengatupkan bibirnya rapat, jangan sampai tawanya pecah di dalam lift. Pasti tuh anak bahas cewek yang ke luar lift sebelum aku masuk. Maureen memang tidak mengerti seluruh bahasa Jawa, tapi ia bisa mengira-ngira arti omongan kedua anak tadi.
(gunting)

2 comments: