“Enak juga jalan kaki kalau adem seperti ini,” kata
Sashi. Sashi dan Nasha berjalan kaki
sepulang dari sekolah.
Nasha mengangguk setuju.
“Apalagi kalau sembari makan es krim.
Sedaaaapp.” Nasha tersenyum
membayangkan dirinya berjalan kaki sambil makan es krim.
“Hiiiii, gak ah.
Malah kotor kena debu.” Sashi
tidak setuju.
Di
ujung jalan, mereka melihat seseorang sedang mengikat bendera kuning di tiang
listrik.
“Siapa yang meninggal ya?” bisik
Nasha. Dia memindahkan tasnya dari
pundak sebelah kiri ke pundak sebelah kanan.
“Itu rumahnya Om Siswo,” kata Sashi
menjelaskan. “Om Siswo kali yang
meninggal. Dia sudah lama sakit
gula.” Sashi kenal baik dengan keluarga om
Siswo. Rumah Sashi hanya berjarak dua
rumah dari rumah om Siswo.
Ketika melewati depan rumah om
Siswo, Nasha dan Sashi melihat beberapa orang yang sedang memindahkan kursi-kursi
ke luar rumah. Pintu depan rumah terbuka
lebar. Di ruang tamu terlihat satu buah
tempat tidur.
“Nash, nanti sore jadi mau mengerjakan
tugas poster?” tanya Sashi sambil membuka pagar rumahnya.
“Gak bisa,
Shi. Hari ini aku ada les lukis. Besok aja, deh. Kan masih ada waktu tiga hari lagi.”
“Oke
deh. Sampai besok ya? Berangkat bareng kan ?” tanya Sashi.
Nasha
mengangguk. Nasha masih harus menempuh lima puluh langkah untuk sampai
ke rumah.
***
“Bu, om Siswo meninggal.
Sakit gula,” kata Nasha.
“Kapan
meninggalnya? Kok Ibu belum dengar?”
tanya Ibu.
“Enggak
tau, Bu. Tadi waktu lewat depan
rumahnya, kulihat ada bendera kuning. Banyak
orang yang lagi angkat kursi-kursi…”
Nasha memasukan suapan terakhir ke mulut.
“Nanti kita
pergi sama-sama saja, Sha. Ibu melayat
sebentar, setelah itu baru Ibu mengantar kamu ke Sanggar Kuas. Mau kan?”
“Iya,
Bu.” Nasha berdiri dan membawa piring-piring
kotor ke tempat cuci piring.
***
Sudah banyak orang yang datang di
rumah om Siswo. Sebagian besar bukan tetangga
sekitar lingkungan perumahan Nasha.
“Mungkin saudara om Siswo,” pikir Nasha.
Ibu langsung
masuk ke dalam rumah untuk mencari tante Siswo.
Tante Siswo ternyata sedang berbicara dengan sekelompok anak muda. Ibu berdiri beberapa langkah di belakang tante
Siswo. Ibu menunggu tante Siswo selesai
berbicara. Nasha berdiri di samping ibu.
Tiba-tiba dari kamar sebelah kanan, keluar om Siswo. Dengan cepat Nasha menarik tangan ibu dan
menunjuk ke arah kanan.
“Jadi siapa yang meninggal?” bisik Ibu.
Nasha menggeleng.
Matanya terus menatap punggung om Siswo yang berjalan menuju belakang
rumah.
“Eh, ada Bu Ramasdin dan Nasha. Maaf, saya tadi tidak lihat,” sapa tante
Siswo.
Ibu
tersenyum. “Saya lihat bendera kuning,
makanya saya mampir. Siapa yang
meninggal?” tanya Ibu sambil menjabat tangan tante Siswo.
“Bimo,
sepupu saya yang baru datang dari Surabaya.
Dia mengalami kecelakaan di jalan tol,” tante Siswo menjelaskan.
“Oh..., kami turut berduka cita. Kapan akan dimakamkan?”
“Kami masih menunggu orang tuanya. Mereka sedang dalam perjalanan menuju Jakarta.”
Nasha tertunduk lesu.
Dia menyesal telah salah menyampaikan berita dan berjanji akan lebih
berhati-hati dalam menyampaikan berita.