Pandangan mata saya teralih ke jari-jarinya. Walau tidak sampai melongo, saya mengherankan ukuran jari untuk orang yang memiliki badan sepertinya. Tinggi sekitar kulkas tiga pintu dengan berat sekitar 70 kilo. Jadi sangat tidak lumrah jarinya sebesar-besar itu.
Setengah jam berlalu dan klien itu ikut berlalu. Segera buat catatan kecil tentang ketukan monster. Tentu saja ide cerita ini dapat penambahan sana-sini sehingga menjadi sebagai berikut.
“Aku ingin nginap sini dengan Bunda,”
rengekku sambil menempelkan kepala ke lengan Bunda yang terbaring.
“Besok kamu sekolah.” Bunda
mengusap-usap rambutku. “Sekarang pulang, temani Ayah.”
Aku mengangkat kepala dan
mengangguk. Aku berdiri di samping Bunda yang tidur beralaskan kayu keras,
tanpa kasur. Muka Bunda tampak pucat, menahan rasa sakit.
“Doakan Bunda cepat sembuh, ya.”
Bunda mengambil tangan kananku dan menciumnya berulang kali. Ada titik air mata
di sudut mata Bunda.
Aku membungkuk dan mencium pipi
Bunda. Kemudian, pergi ke luar rumah Bude dan menyusul Ayah yang sudah lebih
dulu keluar.
Tadi pagi, Bunda pergi ke rumah Bude
yang berada di desa lain yang agak terpencil. Ketika akan mengambil air, Bunda jatuh.
Pinggang dan punggungnya sakit. Menurut dokter di sana, Bunda harus berbaring
di bidang lurus dan keras.
Sebenarnya Bunda ingin pulang, tapi
tidak ada kendaraan yang bisa membawa Bunda. Di desa itu tidak ada ambulans
atau mobil lain yang bisa ditumpangi Bunda pulang. Mobil Ayah terlalu kecil
untuk membawa Bunda dalam posisi berbaring. Mobil Pakde besar, tapi sedang
dipakai Pakde ke luar kota. Mungkin besok Pakde kembali.
Baca cerita selengkapnya di
Majalah Bobo,
No. 51 tahun XLII,
26 Maret 2015.
Ya ampuun mba erna, dari ketukan tangan klien aja bisa jadi cernak huhuhu, keren bangettt...
ReplyDeleteKlo ama Dedew bisa jadi novel berseri-seri deh. :)
Delete