Monday, December 22, 2014

TOMOHON: Pasar Beriman Tomohon

Hampir jam 08:30, Didi yang akan mengantar perjalanan kami tiba. Berpakaian safari dengan sepatu pantofel. Wuih, padahal kami hanya berpakaian casual aja: ada yang dengan celana pendek, rok kibar-kibar, jeans coret-coret, kaos warna plentang-plenting, ransel dan sepatu kets Pertama kali disebut lokasi tujuan, Didi kaget. Ekspresi mukanya bertanya: "Ngapain jauh-jauh ke pasar? Kayak di Jakarta enggak ada pasar aja." Sejenak kemudian, dia angguk-angguk, kepala tentunya, bukan dengkul. "Saya belum pernah ke sana. nanti kita cari," katanya. Yak, perjalanan dimulai. Tujuan pagi ini pasar tradisional.


Benar saja. Didi sempat tiga kali berhenti untuk bertanya arah menuju pasar ini. Dan ketika tiba di tempat parkir pun, Didi berpesan: "Saya temani." Nada suaranya itu yang bikin kami enggak bisa nolak. Patuh, serasa lagi disuruh oleh bapak pembina upacara. Jadilah kami masuk pasar berbaris, mengikuti Didi.

Namanya sungguh unik: Pasar Beriman Tomohon. Entah kenapa dinamakan beriman. Komoditas yang dijual di sini seperti pasar tradisional lainnya. Ada sayur, bumbu masak, bunga potong, buah, daging dan lain-lain. Nah, komoditas daging ini pembedanya. Jika kita umum melihat daging sapi dan segala macam organ tubuh yang dijual di pasar, di Pasar Beriman ini menjual berbagai macam hewan yang lazim dikonsumsi penduduk setempat.

Di dekat tempat parkir, ada penjual bambu hijau yang telah dipotong-potong untuk keperluan masak nasi jaha. Seperti lemang pada orang Minang, nasi jaha ini menggunakan jahe. Rasanya lebih gurih. Agak masuk, akan ditemui ibu-ibu duduk di dingklik menjajakan cumi dan ikan. Meskipun Tomohon berada di dataran tinggi, tapi cumi dan ikan itu tampak segar.


Di los yang menjual daging,  dengan mudah ditemui kandang anjing yang tentunya berisi anjing hidup. Tampang mereka sedih dan memelas. Bagaimana tidak. Mereka bisa melihat teman-teman mereka yang sedang dibakar di tempat yang hanya berjarak satu meter dari kandang. Setelah bulu-bulu habis, anjing mati yang kini berwarna hitam di letakkan di atas kandang anjing.

Ah, buru-buru pindah lokasi. Di bagian ini tampak paniki atau kelelawar yang telah dipisahkan antara badan dan sayap. Sepertinya mereka dijual terpisah. Seperti yang dicelotehkan Umi, teman jalan, sayap kelelawar mirip jamur kuping. Emang, bentuknya mirip. Entah rasanya.
 
Di bagian lain ada tikus yang ditusuk sepotong batang pohon dari bagian bokong. Kelompok hewan ini pun sudah dibakar, sehingga tidak lagi berbulu. Tidak jauh dari situ, ada penjual ular. Wow. Badan ular dengan corak kulitnya yang indah dipotong-potong. Hmm, mengapa tidak dikuliti dulu? Bukankah harga kulit ular tinggi?



Babi dan babi hutan juga mudah ditemui di pasar ini. Beberapa kepala babi teronggok dengan ekspresi lucu. Mereka bukan Miss Piggy, begitu yang seringkali saya ingatkan pada diri sendiri. Di bagian lain juga ada kucing.


Sudah! Saya tidak tahan untuk melanjutkan. Ekstrim memang, tapi begitulah Pasar Tomohon, yang menjadi daya tarik wisatawan lokal dan asing untuk berkunjung.




1 comment:

  1. Awalnya saya berniat berkunjung kesini, tapi kekejaman pada binatang ini betul betul tidak bisa saya terima..

    ReplyDelete