Friday, December 26, 2014

Perjalanan Sepasang Sepatu

Kisah ini bermula pada akhir tahun 2011. Setelah pertemuan singkat untuk bertukar haha dan hihi dengan Iyes dan mba Yud di Pejaten Village, saya dan mba Yud memutuskan untuk mengitari pertokoan ini barang sekedip dua kedip. Sebenarnya dalam lubuk hati terdalam, kami berdua memerlukan sepatu baru untuk jalan atau olah raga ringan. Masuklah kami berdua ke toko sepatu. MbaYud bergerak ke sebelah kiri dan saya ke sebelah kanan, masing-masing diikuti oleh pelayan toko. Ini nih yang sering bikin beberapa pembeli seperti saya risih: dibuntuti pelayan toko. Mungkin maksudnya agar siaga membantu, tapi ya, begitu rasanya. Risih.

Sambil menunggu pelayan mengambilkan nomor sepatu pesanan, saya duduk di samping mba Yud yang terlebih dulu menunggu pesanan sepatunya. Ketika sepatu kami tiba, tawa gelak pun tersembur. Betapa tidak. Kami memesan sepatu yang sama, dengan nomor sepatu yang berlainan. Sepatu itu hanya tersedia dalam satu warna: biru tua dan sol berwarna putih. Jadilah saya dan mba Yud membeli sepatu yang sama.

Perjalanan jauh sepatu saya ini ke tanah suci ketika menemani orang tua umroh pada awal tahun 2012. Warna biru tua  tampak cerah dan sol bersih mulus. Sol sepatu yang empuk membuat sepatu ini nyaman digunakan. Tidak pula membutuhkan waktu lama untuk memakai dan melepaskannya. Cukup lekukkan jari kaki, dan sepatu terlepas. Bagian atas sepatu terbuat dari kanvas. Bagian depan cukup luas, sehingga jari-jari kaki bisa latihan silat, balet atau menjentik.

Sepatu yang sama juga mengantar saya ke Manado pada tahun 2013 untuk acara reuni dengan teman-teman SMP. Warna biru sudah mulai pudar, tetapi sol masih empuk dan nyaman untuk tumit. Sol yang terbuat dari karet agak tidak kompak dengan rumput yang basah. Sekali waktu ketika di danau Linou, saya hampir terpeleset.

Kemudian sepatu yang sama juga menemani saya ketika menemui 'David Beckham' untuk olah raga ringan di Bangkok. Enak, sol sepatu sama sekali tidak mengganggu pergerakan badan.

Saya juga mengajaknya untuk melihat Kawah Putih, ke Tiku(Sumatra Barat) dan terakhir pada perjalanan 10 hari ke Makassar, Toraja dan Manado. 

Ada cerita mengenaskan di perjalanan terakhir ini. Tanpa sengaja saya menginjak air kotor di Makassar, alhasil sepatu basah. Saya tidak bisa mencuci sepatu karena khawatir sepatu ini tidak kering dan ini satu-satunya alas kaki yang saya bawa. Untuk selanjutnya dalam perjalanan, saya terganggu dengan bau tidak segar dari sepatu. Walaupun sudah diatasi dengan menuang bedak bubuk, memasukkan tisu basah, tapi bau itu tidak juga hilang, hanya sedikit berkurang. Kaos kaki yang setiap hari saya ganti pun ikut-ikutan berbau tidak sedap.

Kini sepatu kanvas biru sudah banyak temannya. Pabrik sepatu itu mengeluarkan produk sejenis dalam berbagai warna, hitam, abu-abu, cokelat, pink, putih dan lain-lain. Semua dengan ciri yang sama, ada lubang berdiameter satu centimeter di bagian tumit.


6 comments:

  1. Sungguh sepatu yang sangat bersejarah ..haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cuman belum masuk ke sejarah Pangeran Diponegoro atau perjanjian Linggar Jati :D

      Delete
  2. Sepatu yang simpel tapi sangat bersejarah ya Mbak.

    ReplyDelete
  3. masih dipake sepatu ini un? seru nih perjalanan si sepatu..:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih dan moga masih panjang perjalanannya. Ngarep sampai ke Afrika :D

      Delete