Monday, September 7, 2015

JATIM PARK 1 DAN MUSEUM BAGONG

Hari kedua di Batu dimulai penuh semangat. Bagaimana tidak, rencana kunjungan yang amat panjang. Setelah sarapan di hotel, kami memulai perjalanan (benar-benar jalan kaki) sekitar lima belas menit menuju Jatim Park Satu. Kalau kemarin kami belok kiri dari hotel ke Museum Angkut, kini kami belok kanan.


Petugas penjual secara aktif mendatangi pengunjung yang baru tiba di lokasi dan menawarkan tiket masuk. Ini benar-benar menghemat waktu dan tenaga pengunjung, dibandingkan harus pergi ke loket yang ada di sisi kanak. Petugas itu juga menyampaikan promo tiket terusan untuk beberapa lokasi di Jatim Park sekaligus dengan diskon yang bagus. Tertarik membeli tiket terusan, saya di ajak ke loket pembelian. Di dalam loket ada petugas yang menjelaskan keuntungan tiket terusan yang berlaku selama dua hari dan batasan-batasannya. Ia juga memberi saran lokasi yang patut dikunjungi di hari pertama dan hari kedua.




Dengan gelang plastik sebagai tanda tiket terusan, kami masuk ke Jatim Park Satu. Tampilan pertama lebih mirip Taman Mini Indonesia Indah dalam bentuk super miinya, bertbagai anjungan rumah adat dan baju tradisional mereka. Membosankan, tapi jangan berhenti di situ. Lanjutkan ke lokasi berikutnya yang merupakan galeri sains, mengenai biologi, fisika dan kimia. Galeri ini ditampilkan sedemikian rupa sehingga pengunjung terlibat dalam berbagai aktivitas, tidak sekadar melihat. Mengikuti jalur yang sudah ditentukan, kami melihat diorama yang menggambarkan sejarah.
 



Selain itu juga tersedia wahana outdoor dengan berbagai pilihan. Di dekat jalan masuk, tertulis ketentuan seperti batas tinggi badan, usia dan berat badan. ketentuan seperti ini yang menyebabkan Ari dan Adek tidak bisa sama-sama menikmati beberapa wahana. Selisih tinggi, berat badan dan usia mereka cukup banyak, yang satu murid kelas lima, yang satunya lagi mahasiswa tingkat satu. 

Mendekati pintu keluar, ada bagian agro. Nah dibagian ini Ari dan Adek banyak protes karena tanaman yang ditampilkan tidak menunjukkan tingkat kesehatan yang prima. Daun kuning dan kering dan batang pohon kurus.

Toilet tersebar di beberapa tempat dengan petunjuk yang jelas. Mesjid juga tersedia dengan kebersihan terjaga. Tempat duduk juga banyak disediakan, lumayan untuk meluruskan dengkul dan mengendurkan otot betis. Huaaa. Untuk makan siang pun, tidak perlu ke luar lokasi karena di sana tersedia tempat untuk membeli makanan. Jadi, bisa deh, seharian di sini. Eh, ampe jam tutup aja, maksudnya.

Jalan keluar dari Jatim Park Satu ini sangat melatih kesabaran, berbelok-belok melewati pertokoan. Untuk yang berniat belanja-belanji pasti menyenangkan. Jalan sambil melihat-lihat barang belanjaan. Tapi untuk pengunjung dengan keterbatasan waktu seperti kami, jalan berliku diantara pertokoan ini membuat hati menjerit. Capek booo!





Tiba di pelataran, kami didekati petugas. ia dengan ramah menunjukkan Museum Bagong yang tampak jelas dari pelataran. Patung Bagong di sebelah depan bangunan sangat atraktif, seakan melambai-lambaikan tangan mengajak masuk. Tiket masuk museum ini sudah termasuk tiket terusan.

Di bagian depan kami dihadapkan dengan gigi raksasa yang terlepas dari rahang. Hahaha, ini tempat penjualan makanan dan 'gigi-gigi' tadi berfungsi sebagai tempat duduk. Lagi-lagi, Ari seperti tidak bisa melewatkan tempat ini begitu saja. Kudu mampirlah, kunyah satu barang dua makanan.

Untuk melihat koleksi di Museum Bagong, pengunjung masuk ke dalam lift. Ada petugas yang mengarahkan, sehingga alur jalannya pengunjung teratur, tidak akan melewatkan satu galeri tanpa sengaja.

Apa isinya museum bagong? Ya, isi badan manusia lah, dilengkapi dengan alat bantu visual. Juga ada petugas yang menjelaskan cara kerja organ tubuh manusia. Lagi-lagi di sini banyak bagian yang bisa dijadikan bahan ajar interaktif.

Ada satu ruangan yang dijaga petugas. Hanya pengunjung yang telah berusia 18 tahun yang boleh masuk. Dengan meninggalkan Adek di luar, dekat petugas, saya dan Ari masuk ke dalam ruangan tertutup itu. Isinya organ manusia yang ditampilkan apa adanya. Ada otot yang terburai, isi rongga dada. Menurut petugas, koleksi ini merupakan organ manusia yang diawetkan, bukan replika. Buru-buru saya mentowel Ari dan bilang, "Uncu tunggu di luar." Dan keluarlah saya! Aih, saya tidak tega.

Menjelang akhir ngider di Museum Bagong, kami masuk ke ruang pemeriksaan. Di sini pengujung bisa memeriksa tekanan darah, mata, kadar gula, dan lain-lainnya tanpa membayar. Saat itu, hanya Adek saja yang mau memeriksakan matanya dan ternyata ia sudah harus menggunakan kaca mata minus. Waks.

Keluar Museum Bagong, hari sudah sore. Angin bertiup lembut, tapi terasa dingin. Ketika menuruni tangga, Ari dengan cekatan mengarahkan saya dan Adek ke tempat penjual bakso. Hanya seorang yang berjualan bakso, tapi pembelinya banyak. Antri deh menunggu pesanan datang. Baksonya memang enak, dagingnya empuk dan gurih. Kuahnya bening dan tidak berlemak. Memang menyenangkan makan baksa hangat di dalam udara dingin seperti itu. Enggak rugi sampai menunggu lama.
Selanjutnya kemana? Kembali ke hotel? Oh, belum. Masih ada satu lokasi lagi yang perlu dikunjungi. :)


No comments:

Post a Comment