Tuesday, December 27, 2011

Ketika Gedung Kaleme Dikunci


Kalomolomo adalah nama sebuah kota kecil  di pinggir hutan.  Penduduk Kalomolomo mempunyai kebiasaan unik.  Setiap kali mempunyai keinginan, mereka menulis keinginan itu di sebuah batu.  Mereka lalu menggantung batu itu di langit-langit sebuah gedung tua.  Gedung tua itu bernama Kaleme.  Makin besar keinginan seseorang, semakin besarlah batu yang harus digantungkan di Kaleme.
            Suatu ketika walikota Kalomolomo mendapat laporan penting.  Gedung Kaleme akan runtuh jika penduduk terus menambah batu-batu di langit-langit gedung. 
            Walikota segera mengumpulkan seluruh penduduk kota.  “Mulai esok hari, gedung Kaleme akan dikunci.  Kalian tidak boleh lagi menggantungkan batu di sana,” kata Walikota.
            Seluruh penduduk protes.  Mereka tidak mau mematuhi larangan walikota.
            “Aku tidak mau.  Aku tetap akan menggantungkan batu keinginan di sana,” kata seorang penduduk. 
            “Tanpa batu keinginan, sawahku akan kering,” seorang penduduk berseru.
“Pohon-pohonku akan mati kering kalau aku tidak menggantungkan batu keinginan,” kata seseorang.
            “Besok pagi, aku akan menggantungkan batu keinginan, supaya sawahku tetap memberi panen yang berlimpah,” kata yang lainnya.
            Esok pagi, seperti yang sudah diumumkan walikota, gedung Kaleme dikunci.  Tidak seorang pun, tahu tempat penyimpanan kunci.
Penduduk yang hendak menggantungkan batu keinginan, akhirnya kesal.  Seluruh penduduk berkumpul untuk mencari jalan agar bisa masuk ke dalam gedung Kaleme. 
            Pak Teguh mengusulkan untuk masuk melalui jendela yang terdapat di sisi kiri dan kanan gedung.  Tetapi, usul itu tidak dapat dijalankan.  Seluruh jendela juga dikunci rapat.
            Pak Gandi punya ide untuk membobol dinding belakang yang sudah lembab.  Ternyata ide ini pun, tak mungkin dilakukan.  Dinding yang lembab itu sudah dilapisi semen yang tebal dan kokoh.
            Ibu Laela yang selalu penuh semangat, punya ide cemerlang.  Membuat kunci duplikat.  Tetapi, seluruh ahli kunci tidak bisa membuat kunci duplikat.  Mereka belum pernah melihat kunci asli pintu gedung Kaleme.
            Sudah berhari-hari penduduk berkumpul, mencari cara masuk ke dalam gedung Kaleme.  Mereka berkumpul pagi, siang, sore dan malam hingga melupakan pekerjaan di sawah dan kebun.  Melihat sawah dan kebun yang kering, penduduk mengutus Pak Ramasdin untuk menghadap walikota. 
            “Walikota yang terhormat,” ucap Pak Ramasdin.  “Sawah dan kebun kami kering.  Kami cemas tidak bisa panen tahun ini.  Bukalah gedung Kaleme, agar kami bisa menggantungkan batu keinginan,” pinta Pak Ramasdin.
            “Hmm,” gumam Walikota sambil memegang dagunya.  “Gedung Kaleme akan dibuka kembali bulan depan.  Tetapi, ada syaratnya,” lanjut Walikota.  “Saat menunggu gedung Kaleme dibuka, kalian harus berhenti berkumpul.”
            Pak Ramasdin pulang dengan gembira.  Ia menyampaikan syarat dari Walikota kepada penduduk lainnya.  Penduduk pun setuju.  Mereka tidak lagi berkumpul untuk mencari cara masuk ke gedung Kaleme. 
            Untuk mengisi hari-hari mereka, penduduk kembali bekerja di sawah dan kebun.  Mereka memperbaiki sistem pengairan sawah, menyirami kebun, membuang ilalang dan memberantas hama tanaman. 
Dalam beberapa hari tanaman padi dan pohon-pohon mereka kembali tumbuh subur.  Bulir-bulir padi merunduk dan menguning, tanda siap dipanen.  Pohon-pohon di kebun berbuah lebat. 
Pada hari pembukaan gedung Kaleme, tidak seorang penduduk pun yang datang untuk menggantungkan batu keinginan.  Semua sibuk memanen padi dan buah-buahan.
Walikota mengunjungi penduduk di sawah dan kebun.  “Sesuai janjiku, gedung Kaleme dibuka hari ini,” kata Walikota.
Pak Teguh maju ke depan.  “Sekarang kami sadar.  Kami tidak perlu batu keinginan,” kata Pak Teguh. 
“Sawah dan kebun kami akan menghasilkan panen yang berlimpah, asal kami  rajin,” seru Pak Gandi.
Bu Laela menambahkan, “Nanti kami akan mengunjungi gedung Kaleme untuk melihat-lihat saja.”  
Penduduk lain mengangguk-angguk tanda setuju.  Gedung Kaleme kini menjadi tempat rekreasi bagi mereka.

Bobo 37 Tahun XXXIX 22 Desember 2011

1 comment: